Rabu, 22 Februari 2012

Bos dan Pemimpin



Bos dan Pemimpin




Add caption



Betapa sering orang gagal untuk menjadi pemimpin karena mereka tidak berlaku sebagai pemimpin melainkan berlaku sebagai boss. H Gordon Selfridge adalah pendiri salah satu department store (pusat perbelanjaan) di London yang merupakan salah satu department store terbesar di dunia. Ia mencapai kesuksesan tersebut dengan menjadi seorang ‘Pemimpin’ dan bukan dengan menjadi ‘Boss’.
Apakah perbedaan antara pemimpin dengan boss?
Di bawah ini adalah perbandingan yang diberikan oleh Gordon Selfridge antara orang yang bertipe pemimpin dan orang yang bertipe boss.
Seorang boss mempekerjakan bawahannya;
Tetapi seorang pemimpin mengilhami mereka,
Seorang boss mengandalkan kekuasaannya;
Tetapi seorang pemimpin mengandalkan kemauan baik.
Seorang boss menimbulkan ketakutan;
Tetapi seorang pemimpin memancarkan kasih.
Seorang boss mengatakan ‘aku’;
Tetapi seorang pemimpin mengatakan ‘kita’.
Seorang boss menunjukkan siapa yang bersalah;
Tetapi seorang pemimpin menunjukkan apa yang salah.
Seorang boss tahu bagaimana sesuatu dikerjakan’
Tetapi seorang pemimpin tahu bagaimana mengerjakannya.
Seorang boss menuntut rasa hormat;
Tetapi seorang pemimpin membangkitkan rasa hormat;
Seorang boss berkata, ‘Pergi!’;
Tetapi seorang pemimpin berkata, ‘Mari kita pergi!’
Maka jadilah seorang pemimpin, dan bukan seorang boss

created by sofyan effendi

tau rebes

Bos Hanya Melihat Hasil Akhir

Bos saya hanya melihat hasil, bukan proses dan kerja keras saya.

Kenapa sih bos maunya beres saja?
bos kodok,....hehehe!!!


Kenapa maunya tinggal beres aja? Namanya juga bos, kalau ngerjain sendiri, namanya bukan bos dong. Manusia diciptakan kan sangat kompleks, dan merupakan hasil dari gabungan antara sifat dasar dan lingkungan sekitarnya, jadi kalau kita berpikir bahwa cara yang kita gunakan layak diperhitungkan, bukan berarti semua orang pasti seperti kita kan?
Terkadang, tekanan dan target yang ada menyebabkan seseorang bisa (seolah-olah) tidak peduli pada cara dan metode yang digunakan untuk mencapai target yang diberikan padanya. Katakanlah, bos kita, misalnya dia adalah pemilik (owner) dari perusahaan tempat kita bekerja. Sekilas terlihat, bahwa enak untuk berada dalam posisi owner, yang akan memperoleh keuntungan terbesar. Tapi, pernahkah kita melihat dan menghitung, bahwa untuk keuntungan yang besar, resiko yang harus ditanggungnyapun juga besar?
So, terkadang karena tekanan dan resiko yang besar, seorang bos terlihat terlalu menekankan pada hasil, dan (seolah) tidak perduli pada cara bawahannya mencapai target/ hasil, yang ada di dalam pikirannya, adalah bagaimana perusahaan itu tetap dapat bergerak dan mampu menghidupi semuanya (baik karyawan maupun proyek yang sedang berlangsung).
Misalnya bos kita bukan seorang pemilik? Berarti dia juga punya bos lagi kan? Yang mungkin bos nya bos itu juga menekan dia untuk hasil yang harus dicapainya? Dan yang menyedihkan adalah jadi karyawan yang harus mencapai target itu? Nggak juga lah, kan kalau kita tidak berhasil mencapai hasil yang diinginkan, bos kita masih harus bertanggung jawab ke atas (itu untuk bos yang baik ya). Mungkin kita juga kalau dalam posisinya, juga akan berbuat hal yang sama. Siapa tahu?
Intinya, misalnyapun bos kita bukan bos yang baik (Cuma mau tau beres, mengambil semua kredit dan pujian untuk dirinya sendiri, langsung menyalahkan anak buah begitu ada kesalahan tanpa mau bertanggung jawab ke atasannya, dll), dan yang bisa dilakukan Cuma ngedumel di belakang, coba untuk hentikan kebiasaan tersebut. Ngedumel bukan solusi, hanya merusak dan mengotori pikiran kita, so apa yang harus kita lakukan? Percaya bahwa kita adalah manusia dengan segudang potensi, serta memiliki banyak kesempatan bagi siapapun yang berusaha.
Kalau satu pintu tertutup, masih ada pintu lain yang terbuka kan?
Perlukah saya tunjukkan cara kerja saya? 
Kalau tipe bos kita adalah orang yang hanya mau melihat hasil akhir, mungkin terlihat sedikit aneh kalau kita memaksakan diri kita untuk menunjukkan cara kita bekerja, lha wong dianya aja mau Cuma terima beres kan? Tetapi kita bisa kan mengubah cara berkomunikasi kita dengan bos kita itu..
Misalnya? Kita bisa secara berkala, melakukan report ke bos kita itu, untuk hasil hasil kecil yang sudah berhasil diraih, dalam perjalanan menuju hasil yang diharapkan. Ini sama saja dengan kita melaporkan cara yang kita gunakan, tetapi bos melihat dari sisi pandang hasil. Bisa kan?
Atau, bisa saja kita mempresentasikan plan kita untuk mencapai hasil yang diinginkan bos kita di awal, setelah kita menerima perintah untuk mengerjakan proyek atau pekerjaan tersebut. Lalu hasil dan cara serta improvisasi selama proyek tersebut dijalankan, kembali di presentasikan di akhir kita memberikan report dan hasil dari pekerjaan kita. Semua ini tidak membutuhkan waktu yang panjang, dan bisa disesuaikan dengan waktu dan kondisi bos kita.
Intinya? Komunikasikan dengan cara yang tepat...
Bolehkah main curang aja, toh bos tahunya hasil akhir?
Tidak ada yang melarang kita untuk bermain curang, toh gak ada yang tau kan? Pertanyaannya, kira-kira kita sendiri tau nggak? Jawabannya, PASTI TAU. Ini yang jadi permasalahan utama. Apapun yang kita lakukan, adalah tanggung jawab pribadi, ini yang paling sulit. Kalaupun kita curang, dan hasil terpenuhi, tapi kita tidak belajar bagaimana untuk menyelesaikan sesuatu dengan cara yang tepat, wong namanya juga curang, pasti ambil jalan pintas.
Tapi yang penting kan hasilnya sukses? Benar, hasilnya sukses, tapi kalau lain kali, kita mendapat tugas yang sama, tapi tempat, situasi, dan kondisinya beda, masih bisa selesaikan dengan waktu dan hasil yang sama? Nggak kan.. So, mungkin tidak akan ada yang pernah tahu dengan cara apa kita meraih sesuatu, tapi kita sendiri tahu. Biasakan diri kita untuk selalu terlatih untuk belajar, dari apapun di sekitar kita. Biasakan kita tidak mengeluh ketika mengerjakan sesuatu, karena ketika kita tidak mengeluh, entah bagaimana, bisa kita rasakan bersama, bahwa tiba-tiba banyak komentar dan kreativitas yang muncul di dalam hati dan pikiran kita.
Apakah ini? Itu yang kita sebut sebagai hikmah. Segala sesuatu ada hikmahnya, walaupun curang sekalipun. Nah sekarang, kembali pada diri kita sendiri, mau dapat hikmahnya banyak atau sedikit, hikmah untuk selamanya atau sementara, hikmah untuk kebahagiaan kita sendiri atau rasa bersalah, semuanya kembali berpulang pada diri kita masing-masing.
Selamat mencoba dan meraih hasil yang anda inginkan, sekali lagi, ambil hikmah/pelajaran dari apapun yang sedang anda lakukan.

created by sofyan effendi